CARA
MENTASHIH DAN PEMBAGIAN WARIS
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fiqih
2
Dosen
Pengampu:Udung
Haridarifah, S.Pd.i, M.Pd.i
Disusun oleh:
Ika
Elisantika
M. Ilham Alwi
FAKULTAS
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS
2019
KATA
PENGANTAR
Puji serta syukur
marilah kita panjatkan pada Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dan
memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain. Juga tidak lupa pula sholawat
dan salam atas pemimpin umat Islam yakni baginda besar Nabi Muhammad SAW.
Beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulilah berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
judul “ Cara
Mentashih dan Pembagian Waris” .
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fiqih 2”. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi kita semua selaku calon generasi
pendidikan masa depan bangsa.
Ciamis, 15
Desember 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar belakang 1
B.
Rumusan masalah 1
C.
Tujuan penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1
Cara Mentashih Masalah 2
a)
Depinisi At-Tashil 2
b)
Kelompok pertama
Ashobah seluruhnya 2
c)
Kelompok kedua Dzawil
Furudh seluruhnya 3
2.2
Cara
mentashih masalah
a) Pengertian
At-Tashih 5
b) Pengertian
At-Tamatsul 5
c) Pengertian
At-Tawafuq 5
d) Pengertian
At-Tabayun 6
2.3
Cara
mentashih pokok masalah 6
2.4
Cara Pembagian Waris 8
BAB III PENUTUP 10
KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hukum
Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah
meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat
yang lebih berhak. hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: hukum
Waris Adat, hukum Waris Islam dan hukum Waris Perdata
Mengetahui
pokok masalah adalah suatu keharusan bagi setiap pengkaji ilmu faraid sehingga
ia dapat membagi harta thariqah kepada para ahli waris secara adil dan benar
serta memberikan bagian kepada setiap yang berhak secara sempurna tanpa ada
kekurangan sedikitpun. Pengetahuan tentang pokok masalah ini, oleh para pakar
ilmu fiqih dan faraidh disebut at-tashil.
Cara
pembagian harta warisan At-tarikah (harta peninggalan/warisan) ialah: harta
yang ditinggalkan oleh mayit, baik berupa uang, barang, atau tanah. Harta ini
dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian (sahm) mereka
masing-masing. Oleh karena itu, setiap ahli waris akan diberi harta warisan
sesuai dengan jumlah sahm yang diwariskan mayit kepadanya. Untuk mengetahui
pembagian harta ini, terdapat beberapa cara atau metode. Diantaranya yang
paling popular untuk membagi harta yang dapat berpindah tangan (bergerak)
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian mentashih waris?
2.
Bagaimana cara mentashih waris?
3.
Bagaimana cara menghitung waris?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian mentashih waris
2. Untuk
memahami cara mentashih waris
3. Untuk
memhami bagaimana cara menghitung waris
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Cara
Mentashih Masalah
1.
Definisi
At-Ta'shil
Mengetahui
pokok masalah adalah suatu keharusan bagi setiap pengkaji ilmu faraid sehingga
ia dapat membagi harta thariqah kepada para ahli waris secara adil dan benar
serta memberikan bagian kepada setiap yang berhak secara sempurna tanpa ada
kekurangan sedikitpun. Pengetahuan tentang pokok masalah ini, oleh para pakar
ilmu fiqih dan faraidh disebut at-tashil.
Ditinjau
dari segi etimologi, At-Tashil berarti menelusuri asal-usul. Sedangkan yang
dimaksud At-Tashil dalam ilmu faraidh adalah pengetahuan tentang pokok masalah
dengan menetapkan bilangan terkecil sebagai pokok masalah sehingga memungkinkan
untuk mengeluarkan bagian setiap ahli waris tanpa bilangan pecahan. Karena
hanya bilangan yang utuh (shohih) lah
yang dapat dipakai dalam menyelesaikan masalah-masalah faraidh ( kewarisan).
Untuk
mengetahui pokok masalah terlebih dahulu kita harus melihat seluruh ahli waris
baik mereka terdiri dari orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah
seluruhnya, atau orang-orang yang berhak memperoleh bagian pasti dalam (dzawil
Furudh) seluruhnya, atau campuran antara orang-orang yang berhak memperoleh
bagian ashobah dan dzawil furudh.
2.
Kelompok
pertama ashobah seluruhnya
Jika
para ahli waris seluruhnya terdiri dari orang-orang yang berhak memperoleh
bagian ashobah dan mereka laki-laki semua, maka pokok masalahnya adalah jumlah
mereka. Seperti jika seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri
dari 5 orang anak laki-laki maka pokok masalahnya adalah lima (5). Atau meninggalkan
ahli waris yang terdiri dari 10 orang saudara laki-laki kandung, maka pokok
masalahnya adalah sepuluh (10), dan seterusnya.
Jika
mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka pokok masalahnya juga menurut
jumlah mereka. Hanya saja, laki-laki dihitung 2 sedangkan perempuan dihitung 1
dengan perhitungan laki-laki memperoleh 2 bagian perempuan. Sebagai contoh jika
seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 2 orang anak
laki-laki dan 3 orang anak perempuan, maka pokok masalahnya adalah 7. Jika
seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 5 orang anak
perempuan dan 3 orang anak laki-laki maka pokok masalahnya adalah 11. jika
seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 7 orang saudara
perempuan kandung dan 10 orang saudara laki-laki kandung maka pokok masalahnya
27.
3.
Kelompok
kedua dzawil furudh seluruhnya
Jika
para ahli waris seluruhnya terdiri dari dzawil furudh dan mereka berasal dari
satu tipe bagian pasti (fardh)
saja, maka pokok masalah diambil
dari penyebut fardh tersebut.
Contoh, pokok masalah tiga (3)
dari fardh sepertiga (1/3), empat (4) dari seperempat (1/4), enam (6) dari
seperenam (1/6), dan delapan (8) dari seperdelapan (1/8). Dari sini dapat
diketahui, bahwa pokok masalah adalah penyebut dari pecahan fardh.
Jika
dalam pembagian waris terdapat lebih dari 1 tipe Fardh, maka pokok masalahnya
diperoleh dari hasil perkalian antara penyebut-penyebutnya fardh tersebut, baik
yang bersifat Mumatsalah, mudakhalah, maupun mubayanah.
Para
pakar ilmu faraid telah membuat satu kaidah yang mudah dan sederhana sehingga
memungkinkan seseorang untuk mengetahui pokok masalah tanpa susah payah. Hal
ini dilakukan dengan mengelompokkan dalam dua tipe sebagai berikut:
Pertama, setengah (1/2), seperempat(1/4) dan
seperdelapan(1/8)
Kedua, dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3) dan
seperenam.
Jika
furudhnya berasal dari tipe yang pertama saja, maka pokok masalahnya adalah
penyebut yang terbesar dari furudh tersebut. Sebagai contoh, jika dalam
pembagian harta warisan hanya terdapat furudh setengah(1/2) dan seperempat
(1/4), maka pokok masalahnya adalah empat (4) Karena penyebut dua (2) yang
berasal dari fardh setengah (1/2) dapat masuk dalam bilangan empat (4).
Demikian juga jika terdapat furudh setengah (1/2), seperempat (1/4) dan
seperdelapan (1/8), atau seperempat (1/4) dan seperdelapan (1/8), maka pokok
masalahnya adalah delapan (8).
Jika
di dalam pembagian harta warisan terdapat di sepertiga (1/3) dan seperenam
(1/6) atau duapertiga (2/3) dan Seperenam (1/6). Maka pokok masalahnya adalah
Enam (6) karena bilangan tiga (3) dapat masuk dalam bilangan enam (6).
Demikianlah kita selalu mengambil penyebut yang terbesar.
Jika
dalam masalah (pembagian harta) terdapat
dua tipe fardh atau lebih yang bercampur antara tife pertama dan tife kedua,
maka hafalkanlah kaidah di bawah ini.
Kaidah untuk
mengetahui pokok masalah
1.
Jika setengah (1/2) yang berasal dari tife
pertama bercampur dengan tife kedua, baik seluruhnya maupun sebagiannya, maka
pokok masalahnya dalah enam (6)`
2.
Jika seperempat (1/4) yang berasal dari
tife pertama bercampur dengan tife kedua, baik seluruhnya maupun sebagiannya,
maka pokok masalahnya: dua belas (12)`
3.
Jika seperdelapan (1//8) yang berasal dari
tife pertama bercampur dengan tife kedua, baik seluruhnya maupun sebagiannya,
maka pokok masalahnya adalah dua puluh
empat (24).
Agar
lebih jelas dalam memahami kaidah
diatas, perhatikan contoh dibawah ini:
Jika
seorang perempuan wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari suami,
ibu, saudara laki-laki seibu, dan paman (saudara laki-laki ayah) sekandung,
perhatikan table berikut:
Ahli waris
|
Bagian
|
6
|
keterangan
|
Suami
|
1/2
|
3
|
Fardh karena tidak ada anak
|
Ibu
|
1/3
|
2
|
Fardh karena
tidak ada anak dan beberapa saudara
|
Saudara laki-laki seibu
|
1/6
|
1
|
Fardh karna tiada anak & ayah
|
Paman
|
Ashobah
|
-
|
Nihil, karna harta habis terbagi
|
Kita perhatikan pada contoh ini, bahwa setengah (1/2)
yang merupakan tife pertama telah bercampur dengan sepertiga (1/3) dan
seperenam (1/6) yang merupakan tife kedua` berdasarkan kaidah diatas, maka
pokok masalahnya adalah enam (6) yang berasal dari perkalian 2x3 yang merupakan penyebut dari bagian suami
(1/2) dan bagian ibu (1/3).
B.
Cara
Mentashih Masalah
Untuk
dapat mentashih masalah, terlebih dahulu
kita harus mengetahui hubungan antara keempat macam bilangan, dari segi at-tamatsul, at-tadakhul,
at-tawafuq dan at-tabayun. Jika
hak para ahli waris telah terbagu secara utuh (shahih) tanpa pecahan, maka kita tidak perlu meneliti
antara bagian dengan jumlah mereka dan tidak perlu memperkalikan jumlah mereka
dengan bagian (sahm) tertebtu, karena hal itu hanya akan membuang waktu
untuk melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya sama sekali titik Akan tetapi
jika bagian tidak terbagi sesuai dengan jumlah mereka atau Terjadi ketidak
sesuaian antara jumlah mereka dengan bagian pasti (al-furudh) dan bagian sebenarnya maka kita harus
melakukan tashih al-mas'alah (pembulatan pokok masalah).
1.
Pengertian
At-Tashih
Adapun
pengertian tashih menurut bahasa adalah
menyehatkan atau menghilangkan penyakit. Sedangkan menurut istilah ilmu
faraidh, tashih adalah menghasilkan bilangan terkecil untuk
mengeluarkan bagian para ahli waris tanpa pecahan.
2.
Pengertian
At-Tamatsul
Ditinjau
dari segi bahasa, at-tadakhul berasal
dari kata dukhul yang berarti masuk, dan
merupakan lawan kata dari khurij yang berarti keluar. Sedangkan menurut istilah ilmu faraidh,
at-tadakhul berarti terbaginya bilangan yang lebih besar atas bilangan yang
lebih kecil dengan pembagian yang utuh (shahih)
hingga tidak ada sisa. seperti
pada bilangan 8 dengan 4, bilangan 18 dengan 6 dan bilangan 27 dengan 9. Jika
yang satu dibagi dengan yang lain maka akan menghasilkan bilangan yang utuh
(Shahih) dengan tanpa ada bilangan yang
tersisa.
3.
Pengertian
At-Tawafuq
Ditinjau
dari segi bahasa, at-tawafuq berarti kesesuaian ( ittifaq). Sedangkan menurut
istilah ilmu faraidh, at-tawafuq Iyalah 2 buah bilangan dimana yang satu tidak
dapat dibagi oleh yang lain, tetapi kedua bilangan tersebut sama-sama dapat
dibagi oleh bilangan ketiga (bilangan lainnya).
seperti bilangan 6 dengan 8 keduanya tidak dapat saling membagi, tetapi
sama-sama dapat dibagi oleh bilangan 2. Dan bilangan 12 dengan 30, keduanya tak
dapat saling membagi, tetapi sama-sama dapat dibagi oleh bilangan 6. Lalu
bilangan 8 dengan 20, keduanya tidak dapat saling membagi, tetapi sama-sama
dapat dibagi oleh bilangan 4.
Dengan demikian juga jika dikatakan, "antara
kedua bilangan itu ada tawafuq dengan setengah (1/2) maka maksudnya (kedua
bilangan itu dapat dibagi dengan) dua
(2) atau ada tawafuq dengan sepertiga (1/3) maksudnya dapat dibagi dengan tiga
(3), atau ada tawafuq dengan seperempat (1/4) malsudnya dapat dibagi dengan
empat (4). Atau ada tawafuq dengan seperlima (1/5) maksudnya dapat dibagi
dengan lima (5) dan seterusnya.
Dari itu dapat disimpulkan bahwa setiap dua bilangan
yang tidak dapat saling membagi namun dapat dibagi oleh bilangan lain (bilangan
ketuga) maka disebut antara kedua bilangan itu terdapat tawafuq.
4.
Pengertian
At-Tabayun
Adapun
pengertian tabayyun menurut bahasa adalah at-taba'ud yang berarti saling
menjauh. Sedangkan menurut istilah ilmu faraidh, at-tabayun
berarti 2 buah bilangan yang tidak dapat di persekutukan sehingga tidak
dapat saling membagi dan juga tidak dapat dibagi oleh bilangan lain (ketiga).
Seperti bilangan 4 dengan 7, bilangan 8 dengan 11, dan bilangan 5 dengan 9.
Ketentuan dari hubungan kedua bilangan, adalah jika
bilangan yang lebih besar dapat dibagi kepada bilangan yang lebih kecil, maka
disebut mudakhalah, jika bilangan yang lebih besar tidak dapat dibagi kepada
bilangan yang lebih kecil tetapi sama-sama dapat dibagi oleh bilangan lain
(bilangan ketiga), maka disebut
muwafaqoh, jika bilangan yang lebih
besar tidak dapat dibagi kepada bilangan yang lebih kecil dan juga tidak dapat
dibagi oleh bilangan ketiga, maka disebut mubayanah dan jika kedua bilangan
tersebut sama nilainya maka disebut Mumatsalah.
cara mengetahui hubungan kedua bilangan ini adalah dengan mengetahui
pembagi persekutuan terbesar.
C.
Cara
Mentashih Pokok Masalah
Sesudah
mengetahui arti mumatsalah,
mudakhalah, muwafaqoh dan
mubayanah, selanjutnya bagaimana cara
mentashih masalah? dan apa tujuannya?
Jawabannya
adalah, karena para pakar ilmu faraid tidak mau menentukan pokok masalah
kecuali bilangan yang utuh (shahih). Hal
ini dimaksudkan untuk lebih menjamin
terwujudnya keadilan yang sempurna dalam membagi harta warisan titik di samping
itu juga dimaksudkan agar kita dapat mengetahui jumlah bagian yang diperoleh
setiap ahli waris secara sempurna tanpa ada pengurangan sedikitpun dari hak
yang seharusnya mereka terima. Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini merupakan
perhatian dan usaha yang luar biasa dari para pakar ilmu faraid dalam
menyampaikan hak-hak para ahli waris dengan cara yang sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya.
Adapun
cara mentashih masalah ialah, pertama kita harus memperhatikan jumlah
bagian para ahli waris dan jumlah mereka. Jika bagian-bagian tersebut dapat
dibagi dengan bilangan utuh (shahih)
tanpa ada pecahan, maka
selesailah masalahnya. Namun jika tidak, maka harus teliti titik jika di antara
keduanya terdapat muwafaqoh, maka diambil wifq dari jumlah mereka kemudian
dikalikan dengan pokok masalah atau 'aul-nya.
Jika terdapat mubayanah, maka
junlah mereka dikalikan dengan pokok masalah atau 'aulnya. Hasil dari perkalian
tersebutlah Yang menjadi pokok masalah. Inilah yang disebut tashih al-ma'salah.
Sedangkan
bagian yang dikalikan dengan pokok masalah atau 'aul-nya untuk mentashihkan
masalah, dinamakan "bagian
sahm", karena ia merupakan bagian yang selalu terkait dengan setiap sahm
dari pokok masalah.
Beberapa contoh praktis
dari Tashih Al-Mas’alah
Diantara contoh-contoh praktis tashih al-mas’alah adalah
sebagai berikut:
1.
Jika seorang laki-laki wafat dan
meninggalkan ahli waris yang terdiri dari empat orang anak perempuan, ayah, ibu
dan tiga orang cucu perempuan dari anak laki-laki. Berapa bagian masing-masing?
Perhatikan table berikut:
Ahli waris
|
Bagian
|
6
|
4 anak perempuan
|
2/3
|
4
|
Ayah
|
1/6
|
1
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
3 cucu anak perempuan dari anak
laki-laki
|
Mahjub
|
-
|
Berhubung jumlah anak perempuan dan
jumlah sahm-nyya adalah sama-sama 4 sehingga sahm-nya dapat dibagi secara utuh
tanpa ada pecahan, maka tidak perlu mentashihkan masalah. Ini contoh dari mumatsalah
2.
Jika seorang laki-laki wafat dan
meninggalkan ahli waris yang terdiri dari ibu, dua orang saudara perempuan
seibu, dan empat orang saudara perempuan sekandung, berapa bagian mereka
masing-masing? Perhatikan label berikut:
Ahli waris
|
Bagian
|
7 ‘aul dari 6
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
2 saudara perempuan seibu
|
1/3
|
2
|
4 saudara perempuan sekandung
|
2/3
|
4
|
Pokok
masalahnya adalah enam (6) dan mengalami ‘aul menjadi tujuh (7)` berhubung
jumlah mereka sama dengan jumlah sahm-nya,
yaitu jumlah saudara-saudara perempuan seibu dan jumlah sahm-nya adalah
sama-sama dua (2) begitu
D.
Cara
Pembagian Harta Warisan
At-tarikah
(harta peninggalan/warisan) ialah: harta yang ditinggalkan oleh mayit, baik
berupa uang, barang, atau tanah. Harta ini dibagikan kepada para ahli waris
sesuai dengan bagian (sahm) mereka masing-masing. Oleh karena itu, setiap ahli
waris akan diberi harta warisan sesuai dengan jumlah sahm yang diwariskan mayit
kepadanya. Untuk mengetahui pembagian harta ini, terdapat beberapa cara atau
metode. Diantaranya yang paling popular untuk membagi harta yang dapat
berpindah tangan (bergerak), ada dua cara yaitu:
Pertama, kita
keluarkan nilai satu sahm dari harta
tirkah, lalu kita kalikan dengan jumlah
bagian setiap ahli waris. Degan demikian, maka bagian setiap ahli waris
dapat diketahui secara pasti.
Kedua,
kita
keluarkan bagian setiap ahli waris secara
keseluruhan, yaitu dengan memperkalikan bagian setiap ahli waris dengan jumlah
harta kemudian kita bagikan pada pokok masalah atau tashhihnya sehingga
menghasilkan bagian dari setiap ahli waris.
Cotoh
cara pertama
Jika
seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari seorang
istri, seorang anak perempuan, ibu dan ayah, sedangkan harta yang ditinggalkan
bernilai 480 dinar. Berapakah bagian masing-masing?
Ahli waris
|
Bagian
|
24
|
Istri
|
1/8
|
2
|
Seorang
anak perempuan
|
½
|
12
|
Ibu
|
1/6
|
4
|
Ayah
|
Ashabah
|
5
|
Nilai
satu sahm= 480 dinar : 24 dinar = 20 dinar
Bagian
istri = 2x20
dinar = 60 dinar
Bagian
anak perempuan =12x20 dinar =240
dinar
Bagian
ibu = 4x20
dinar – 40 dinar
Bagian
ayah = 5x20
dinar = 100 dinar
Jumlah = 480
dinar
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ditinjau
dari segi etimologi, At-Tashil berarti menelusuri asal-usul. Sedangkan yang
dimaksud At-Tashil dalam ilmu faraidh adalah pengetahuan tentang pokok masalah
dengan menetapkan bilangan terkecil sebagai pokok masalah sehingga memungkinkan
untuk mengeluarkan bagian setiap ahli waris tanpa bilangan pecahan. Karena
hanya bilangan yang utuh (shohih) lah
yang dapat dipakai dalam menyelesaikan masalah-masalah faraidh ( kewarisan).
Untuk
mengetahui pokok masalah terlebih dahulu kita harus melihat seluruh ahli waris
baik mereka terdiri dari orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah
seluruhnya, atau orang-orang yang berhak memperoleh bagian pasti dalam (dzawil
Furudh) seluruhnya, atau campuran antara orang-orang yang berhak memperoleh
bagian ashobah dan dzawil furudh.
Untuk
dapat mentashih masalah, terlebih dahulu
kita harus mengetahui hubungan antara keempat macam bilangan, dari segi at-tamatsul, at-tadakhul,
at-tawafuq dan at-tabayun. Jika
hak para ahli waris telah terbagu secara utuh (shahih) tanpa pecahan, maka kita tidak perlu meneliti
antara bagian dengan jumlah mereka dan tidak perlu memperkalikan jumlah mereka
dengan bagian (sahm) tertebtu, karena hal itu hanya akan membuang waktu
untuk melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya sama sekali titik Akan tetapi
jika bagian tidak terbagi sesuai dengan jumlah mereka atau Terjadi ketidak
sesuaian antara jumlah mereka dengan bagian pasti (al-furudh) dan bagian sebenarnya maka kita harus
melakukan tashih al-mas'alah (pembulatan pokok masalah).
Cara
pembagian harta warisan At-tarikah
(harta peninggalan/warisan) ialah: harta yang ditinggalkan oleh mayit, baik
berupa uang, barang, atau tanah. Harta ini dibagikan kepada para ahli waris
sesuai dengan bagian (sahm) mereka masing-masing. Oleh karena itu, setiap ahli
waris akan diberi harta warisan sesuai dengan jumlah sahm yang diwariskan mayit
kepadanya. Untuk mengetahui pembagian harta ini, terdapat beberapa cara atau
metode. Diantaranya yang paling popular untuk membagi harta yang dapat
berpindah tangan (bergerak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar