Jumat, 20 Desember 2019

MAKALAH FIQIH 2 (WARIS)


CARA MENTASHIH DAN PEMBAGIAN WARIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fiqih 2
Dosen Pengampu:Udung Haridarifah, S.Pd.i, M.Pd.i



Disusun oleh:
Ika Elisantika
M. Ilham Alwi

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS 2019





KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan pada Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dan memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain. Juga tidak lupa pula sholawat dan salam atas pemimpin umat Islam yakni baginda besar Nabi Muhammad SAW. Beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulilah berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul Cara Mentashih dan Pembagian Waris” .
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih 2. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi kita semua selaku calon generasi pendidikan masa depan bangsa.









Ciamis, 15 Desember 2019



Penulis





DAFTAR ISI
         BAB I PENDAHULUAN                                                                                1
A.        Latar belakang                                                                                    1
B.        Rumusan masalah                                                                               1
C.        Tujuan penulisan                                                                                 1
         BAB II PEMBAHASAN                                                                                 2
2.1          Cara Mentashih Masalah                                                                 2
a)         Depinisi At-Tashil                                                                               2
b)         Kelompok pertama Ashobah seluruhnya                                            2
c)         Kelompok kedua Dzawil Furudh seluruhnya                                     3
2.2          Cara mentashih masalah
a)    Pengertian At-Tashih                                                                            5
b)   Pengertian At-Tamatsul                                                                         5
c)    Pengertian At-Tawafuq                                                                         5
d)   Pengertian At-Tabayun                                                                          6
2.3          Cara mentashih pokok masalah                                                      6
2.4          Cara Pembagian Waris                                                                    8
           BAB III PENUTUP                                                                                       10
KESIMPULAN                                                                                              10
            DAFTAR PUSTAKA                                                                                  11




 

BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak. hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: hukum Waris Adat, hukum Waris Islam dan hukum Waris Perdata
Mengetahui pokok masalah adalah suatu keharusan bagi setiap pengkaji ilmu faraid sehingga ia dapat membagi harta thariqah kepada para ahli waris secara adil dan benar serta memberikan bagian kepada setiap yang berhak secara sempurna tanpa ada kekurangan sedikitpun. Pengetahuan tentang pokok masalah ini, oleh para pakar ilmu fiqih dan faraidh disebut at-tashil.
Cara pembagian harta warisan At-tarikah (harta peninggalan/warisan) ialah: harta yang ditinggalkan oleh mayit, baik berupa uang, barang, atau tanah. Harta ini dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian (sahm) mereka masing-masing. Oleh karena itu, setiap ahli waris akan diberi harta warisan sesuai dengan jumlah sahm yang diwariskan mayit kepadanya. Untuk mengetahui pembagian harta ini, terdapat beberapa cara atau metode. Diantaranya yang paling popular untuk membagi harta yang dapat berpindah tangan (bergerak)

B.     Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian mentashih waris?
2.        Bagaimana cara mentashih waris?
3.        Bagaimana cara menghitung waris?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian mentashih waris
2.      Untuk memahami cara mentashih waris
3.      Untuk memhami bagaimana cara menghitung waris



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Cara Mentashih Masalah
1.      Definisi At-Ta'shil
Mengetahui pokok masalah adalah suatu keharusan bagi setiap pengkaji ilmu faraid sehingga ia dapat membagi harta thariqah kepada para ahli waris secara adil dan benar serta memberikan bagian kepada setiap yang berhak secara sempurna tanpa ada kekurangan sedikitpun. Pengetahuan tentang pokok masalah ini, oleh para pakar ilmu fiqih dan faraidh disebut at-tashil.
Ditinjau dari segi etimologi, At-Tashil berarti menelusuri asal-usul. Sedangkan yang dimaksud At-Tashil dalam ilmu faraidh adalah pengetahuan tentang pokok masalah dengan menetapkan bilangan terkecil sebagai pokok masalah sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan bagian setiap ahli waris tanpa bilangan pecahan. Karena hanya bilangan yang utuh  (shohih) lah yang dapat dipakai dalam menyelesaikan masalah-masalah faraidh ( kewarisan).
Untuk mengetahui pokok masalah terlebih dahulu kita harus melihat seluruh ahli waris baik mereka terdiri dari orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah seluruhnya, atau orang-orang yang berhak memperoleh bagian pasti dalam (dzawil Furudh) seluruhnya, atau campuran antara orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah dan dzawil furudh.
2.      Kelompok pertama ashobah seluruhnya
Jika para ahli waris seluruhnya terdiri dari orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah dan mereka laki-laki semua, maka pokok masalahnya adalah jumlah mereka. Seperti jika seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 5 orang anak laki-laki maka pokok masalahnya adalah lima (5). Atau meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 10 orang saudara laki-laki kandung, maka pokok masalahnya adalah sepuluh (10), dan seterusnya.
Jika mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka pokok masalahnya juga menurut jumlah mereka. Hanya saja, laki-laki dihitung 2 sedangkan perempuan dihitung 1 dengan perhitungan laki-laki memperoleh 2 bagian perempuan. Sebagai contoh jika seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 2 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan, maka pokok masalahnya adalah 7. Jika seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 5 orang anak perempuan dan 3 orang anak laki-laki maka pokok masalahnya adalah 11. jika seseorang wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 7 orang saudara perempuan kandung dan 10 orang saudara laki-laki kandung maka pokok masalahnya 27.
3.      Kelompok kedua dzawil furudh seluruhnya
Jika para ahli waris seluruhnya terdiri dari dzawil furudh dan mereka berasal dari satu tipe bagian pasti (fardh)  saja,  maka pokok masalah diambil dari penyebut fardh tersebut.  Contoh,  pokok masalah tiga (3) dari fardh sepertiga (1/3), empat (4) dari seperempat (1/4), enam (6) dari seperenam (1/6), dan delapan (8) dari seperdelapan (1/8). Dari sini dapat diketahui, bahwa pokok masalah adalah penyebut dari pecahan fardh.
Jika dalam pembagian waris terdapat lebih dari 1 tipe Fardh, maka pokok masalahnya diperoleh dari hasil perkalian antara penyebut-penyebutnya fardh tersebut, baik yang bersifat Mumatsalah,  mudakhalah,  maupun mubayanah.
Para pakar ilmu faraid telah membuat satu kaidah yang mudah dan sederhana sehingga memungkinkan seseorang untuk mengetahui pokok masalah tanpa susah payah. Hal ini dilakukan dengan mengelompokkan dalam dua tipe sebagai berikut:
Pertama,  setengah (1/2), seperempat(1/4) dan seperdelapan(1/8)
Kedua,  dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3) dan seperenam.
Jika furudhnya berasal dari tipe yang pertama saja, maka pokok masalahnya adalah penyebut yang terbesar dari furudh tersebut. Sebagai contoh, jika dalam pembagian harta warisan hanya terdapat furudh setengah(1/2) dan seperempat (1/4), maka pokok masalahnya adalah empat (4) Karena penyebut dua (2) yang berasal dari fardh setengah (1/2) dapat masuk dalam bilangan empat (4). Demikian juga jika terdapat furudh setengah (1/2), seperempat (1/4) dan seperdelapan (1/8), atau seperempat (1/4) dan seperdelapan (1/8), maka pokok masalahnya adalah delapan (8).
Jika di dalam pembagian harta warisan terdapat di sepertiga (1/3) dan seperenam (1/6) atau duapertiga (2/3) dan Seperenam (1/6). Maka pokok masalahnya adalah Enam (6) karena bilangan tiga (3) dapat masuk dalam bilangan enam (6). Demikianlah kita selalu mengambil penyebut yang terbesar.
Jika dalam masalah  (pembagian harta) terdapat dua tipe fardh atau lebih yang bercampur antara tife pertama dan tife kedua, maka hafalkanlah kaidah di bawah ini.
            Kaidah untuk mengetahui pokok masalah
1.      Jika setengah (1/2) yang berasal dari tife pertama bercampur dengan tife kedua, baik seluruhnya maupun sebagiannya, maka pokok masalahnya dalah enam (6)`
2.      Jika seperempat (1/4) yang berasal dari tife pertama bercampur dengan tife kedua, baik seluruhnya maupun sebagiannya, maka pokok masalahnya: dua belas (12)`
3.      Jika seperdelapan (1//8) yang berasal dari tife pertama bercampur dengan tife kedua, baik seluruhnya maupun sebagiannya, maka pokok masalahnya adalah  dua puluh empat (24).

Agar lebih  jelas dalam memahami kaidah diatas, perhatikan  contoh dibawah ini:

Jika seorang perempuan wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari suami, ibu, saudara laki-laki seibu, dan paman (saudara laki-laki ayah) sekandung, perhatikan table berikut:

Ahli waris
Bagian
6
keterangan
Suami
1/2
3
Fardh  karena tidak ada anak
Ibu
1/3
2
Fardh karena tidak ada anak dan beberapa saudara
Saudara laki-laki seibu
1/6
1
Fardh  karna tiada anak & ayah
Paman
Ashobah
-
Nihil, karna harta habis terbagi
           
            Kita perhatikan pada contoh ini, bahwa setengah (1/2) yang merupakan tife pertama telah bercampur dengan sepertiga (1/3) dan seperenam (1/6) yang merupakan tife kedua` berdasarkan kaidah diatas, maka pokok masalahnya adalah enam (6) yang berasal dari perkalian 2x3  yang merupakan penyebut dari bagian suami (1/2) dan bagian ibu (1/3).






B.     Cara Mentashih Masalah
Untuk dapat mentashih masalah,  terlebih dahulu kita harus mengetahui hubungan antara keempat macam bilangan,  dari segi at-tamatsul,  at-tadakhul,  at-tawafuq dan at-tabayun.  Jika hak para ahli waris telah terbagu secara utuh (shahih)  tanpa pecahan, maka kita tidak perlu meneliti antara bagian dengan jumlah mereka dan tidak perlu memperkalikan jumlah mereka dengan bagian (sahm)  tertebtu,   karena hal itu hanya akan membuang waktu untuk melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya sama sekali titik Akan tetapi jika bagian tidak terbagi sesuai dengan jumlah mereka atau Terjadi ketidak sesuaian antara jumlah mereka dengan bagian pasti (al-furudh)  dan bagian sebenarnya maka kita harus melakukan tashih al-mas'alah (pembulatan pokok masalah).
1.      Pengertian At-Tashih
Adapun pengertian tashih  menurut bahasa adalah menyehatkan atau menghilangkan penyakit. Sedangkan menurut istilah ilmu faraidh,  tashih  adalah menghasilkan bilangan terkecil untuk mengeluarkan bagian para ahli waris tanpa pecahan.
2.      Pengertian At-Tamatsul
Ditinjau dari segi bahasa,  at-tadakhul berasal dari kata dukhul yang berarti masuk,  dan merupakan lawan kata dari khurij yang berarti keluar.  Sedangkan menurut istilah ilmu faraidh, at-tadakhul berarti terbaginya bilangan yang lebih besar atas bilangan yang lebih kecil dengan pembagian yang utuh (shahih)  hingga tidak ada sisa.   seperti pada bilangan 8 dengan 4, bilangan 18 dengan 6 dan bilangan 27 dengan 9. Jika yang satu dibagi dengan yang lain maka akan menghasilkan bilangan yang utuh (Shahih)  dengan tanpa ada bilangan yang tersisa.
3.      Pengertian At-Tawafuq
Ditinjau dari segi bahasa, at-tawafuq berarti kesesuaian ( ittifaq). Sedangkan menurut istilah ilmu faraidh,  at-tawafuq  Iyalah 2 buah bilangan dimana yang satu tidak dapat dibagi oleh yang lain, tetapi kedua bilangan tersebut sama-sama dapat dibagi oleh bilangan ketiga (bilangan lainnya).  seperti bilangan 6 dengan 8 keduanya tidak dapat saling membagi, tetapi sama-sama dapat dibagi oleh bilangan 2. Dan bilangan 12 dengan 30, keduanya tak dapat saling membagi, tetapi sama-sama dapat dibagi oleh bilangan 6. Lalu bilangan 8 dengan 20, keduanya tidak dapat saling membagi, tetapi sama-sama dapat dibagi oleh bilangan 4.

Dengan demikian juga jika dikatakan, "antara kedua bilangan itu ada tawafuq dengan setengah (1/2) maka maksudnya (kedua bilangan itu dapat dibagi dengan)  dua (2) atau ada tawafuq dengan sepertiga (1/3) maksudnya dapat dibagi dengan tiga (3), atau ada tawafuq dengan seperempat (1/4) malsudnya dapat dibagi dengan empat (4). Atau ada tawafuq dengan seperlima (1/5) maksudnya dapat dibagi dengan lima (5) dan seterusnya.
Dari itu dapat disimpulkan bahwa setiap dua bilangan yang tidak dapat saling membagi namun dapat dibagi oleh bilangan lain (bilangan ketuga) maka disebut antara kedua bilangan itu terdapat tawafuq.
4.      Pengertian At-Tabayun
Adapun pengertian tabayyun menurut bahasa adalah at-taba'ud yang berarti saling menjauh. Sedangkan menurut istilah ilmu faraidh,  at-tabayun  berarti 2 buah bilangan yang tidak dapat di persekutukan sehingga tidak dapat saling membagi dan juga tidak dapat dibagi oleh bilangan lain (ketiga). Seperti bilangan 4 dengan 7, bilangan 8 dengan 11, dan bilangan 5 dengan 9.
Ketentuan dari hubungan kedua bilangan, adalah jika bilangan yang lebih besar dapat dibagi kepada bilangan yang lebih kecil, maka disebut mudakhalah, jika bilangan yang lebih besar tidak dapat dibagi kepada bilangan yang lebih kecil tetapi sama-sama dapat dibagi oleh bilangan lain (bilangan ketiga),  maka disebut muwafaqoh,   jika bilangan yang lebih besar tidak dapat dibagi kepada bilangan yang lebih kecil dan juga tidak dapat dibagi oleh bilangan ketiga, maka disebut mubayanah dan jika kedua bilangan tersebut sama nilainya maka disebut Mumatsalah.  cara mengetahui hubungan kedua bilangan ini adalah dengan mengetahui pembagi persekutuan terbesar.
C.    Cara Mentashih Pokok Masalah
Sesudah mengetahui arti mumatsalah,  mudakhalah,  muwafaqoh dan mubayanah,  selanjutnya bagaimana cara mentashih masalah? dan apa tujuannya?
Jawabannya adalah, karena para pakar ilmu faraid tidak mau menentukan pokok masalah kecuali bilangan yang utuh (shahih).  Hal ini  dimaksudkan untuk lebih menjamin terwujudnya keadilan yang sempurna dalam membagi harta warisan titik di samping itu juga dimaksudkan agar kita dapat mengetahui jumlah bagian yang diperoleh setiap ahli waris secara sempurna tanpa ada pengurangan sedikitpun dari hak yang seharusnya mereka terima. Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini merupakan perhatian dan usaha yang luar biasa dari para pakar ilmu faraid dalam menyampaikan hak-hak para ahli waris dengan cara yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Adapun cara mentashih  masalah ialah,  pertama kita harus memperhatikan jumlah bagian para ahli waris dan jumlah mereka. Jika bagian-bagian tersebut dapat dibagi dengan bilangan utuh (shahih)  tanpa ada pecahan,   maka selesailah masalahnya. Namun jika tidak, maka harus teliti titik jika di antara keduanya terdapat muwafaqoh, maka diambil wifq dari jumlah mereka kemudian dikalikan dengan pokok masalah atau 'aul-nya.  Jika terdapat mubayanah,  maka junlah mereka dikalikan dengan pokok masalah atau 'aulnya. Hasil dari perkalian tersebutlah Yang menjadi pokok masalah. Inilah yang disebut tashih al-ma'salah.
Sedangkan bagian yang dikalikan dengan pokok masalah atau 'aul-nya untuk mentashihkan masalah,  dinamakan "bagian sahm", karena ia merupakan bagian yang selalu terkait dengan setiap sahm dari pokok masalah.
Beberapa contoh praktis dari Tashih Al-Mas’alah
            Diantara contoh-contoh praktis tashih al-mas’alah adalah sebagai berikut:
1.      Jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari empat orang anak perempuan, ayah, ibu dan tiga orang cucu perempuan dari anak laki-laki. Berapa bagian masing-masing? Perhatikan table berikut:

Ahli waris
Bagian
6
4 anak perempuan
2/3
4
Ayah
1/6
1
Ibu
1/6
1
3 cucu anak perempuan dari anak laki-laki
Mahjub
-

            Berhubung jumlah anak perempuan dan jumlah sahm-nyya adalah sama-sama 4 sehingga sahm-nya dapat dibagi secara utuh tanpa ada pecahan, maka tidak perlu mentashihkan masalah. Ini contoh dari mumatsalah



2.      Jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari ibu, dua orang saudara perempuan seibu, dan empat orang saudara perempuan sekandung, berapa bagian mereka masing-masing? Perhatikan label berikut:

Ahli waris
Bagian
7 ‘aul dari 6
Ibu
1/6
1
2 saudara perempuan seibu
1/3
2
4 saudara perempuan sekandung
2/3
4

Pokok masalahnya adalah enam (6) dan mengalami ‘aul menjadi tujuh (7)` berhubung jumlah mereka sama dengan jumlah sahm-nya, yaitu jumlah saudara-saudara perempuan seibu dan jumlah sahm-nya adalah sama-sama dua (2) begitu

D.    Cara Pembagian Harta Warisan
At-tarikah (harta peninggalan/warisan) ialah: harta yang ditinggalkan oleh mayit, baik berupa uang, barang, atau tanah. Harta ini dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian (sahm) mereka masing-masing. Oleh karena itu, setiap ahli waris akan diberi harta warisan sesuai dengan jumlah sahm yang diwariskan mayit kepadanya. Untuk mengetahui pembagian harta ini, terdapat beberapa cara atau metode. Diantaranya yang paling popular untuk membagi harta yang dapat berpindah tangan (bergerak), ada dua cara yaitu:
Pertama, kita keluarkan nilai satu sahm dari harta tirkah, lalu kita kalikan dengan jumlah  bagian setiap ahli waris. Degan demikian, maka bagian setiap ahli waris dapat diketahui secara pasti.
Kedua, kita keluarkan bagian setiap ahli waris secara keseluruhan, yaitu dengan memperkalikan bagian setiap ahli waris dengan jumlah harta kemudian kita bagikan pada pokok masalah atau tashhihnya sehingga menghasilkan bagian dari setiap ahli waris.
Cotoh cara pertama
Jika seorang laki-laki wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari seorang istri, seorang anak perempuan, ibu dan ayah, sedangkan harta yang ditinggalkan bernilai 480 dinar. Berapakah bagian masing-masing?





Ahli waris
Bagian
24
Istri
1/8
2
Seorang anak perempuan
½
12
Ibu
1/6
4
Ayah
Ashabah
5

Nilai satu sahm= 480 dinar : 24 dinar = 20 dinar

Bagian istri                              = 2x20 dinar = 60 dinar
Bagian anak perempuan          =12x20 dinar =240 dinar
Bagian ibu                               = 4x20 dinar – 40 dinar
Bagian ayah                            = 5x20 dinar = 100 dinar


 
Jumlah                                     = 480 dinar



















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ditinjau dari segi etimologi, At-Tashil berarti menelusuri asal-usul. Sedangkan yang dimaksud At-Tashil dalam ilmu faraidh adalah pengetahuan tentang pokok masalah dengan menetapkan bilangan terkecil sebagai pokok masalah sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan bagian setiap ahli waris tanpa bilangan pecahan. Karena hanya bilangan yang utuh  (shohih) lah yang dapat dipakai dalam menyelesaikan masalah-masalah faraidh ( kewarisan).
Untuk mengetahui pokok masalah terlebih dahulu kita harus melihat seluruh ahli waris baik mereka terdiri dari orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah seluruhnya, atau orang-orang yang berhak memperoleh bagian pasti dalam (dzawil Furudh) seluruhnya, atau campuran antara orang-orang yang berhak memperoleh bagian ashobah dan dzawil furudh.
Untuk dapat mentashih masalah,  terlebih dahulu kita harus mengetahui hubungan antara keempat macam bilangan,  dari segi at-tamatsul,  at-tadakhul,  at-tawafuq dan at-tabayun.  Jika hak para ahli waris telah terbagu secara utuh (shahih)  tanpa pecahan, maka kita tidak perlu meneliti antara bagian dengan jumlah mereka dan tidak perlu memperkalikan jumlah mereka dengan bagian (sahm)  tertebtu,   karena hal itu hanya akan membuang waktu untuk melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya sama sekali titik Akan tetapi jika bagian tidak terbagi sesuai dengan jumlah mereka atau Terjadi ketidak sesuaian antara jumlah mereka dengan bagian pasti (al-furudh)  dan bagian sebenarnya maka kita harus melakukan tashih al-mas'alah (pembulatan pokok masalah).
Cara pembagian harta warisan At-tarikah (harta peninggalan/warisan) ialah: harta yang ditinggalkan oleh mayit, baik berupa uang, barang, atau tanah. Harta ini dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian (sahm) mereka masing-masing. Oleh karena itu, setiap ahli waris akan diberi harta warisan sesuai dengan jumlah sahm yang diwariskan mayit kepadanya. Untuk mengetahui pembagian harta ini, terdapat beberapa cara atau metode. Diantaranya yang paling popular untuk membagi harta yang dapat berpindah tangan (bergerak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir

Memuat…